Tuesday, December 22, 2009

It’s Christmas Day

Saya tidak tahu apakah renungan berikut ini bisa jadi renungan Natal
atau tidak. Yang jelas, dimulai ketika saya mendengar sebuah lagu
‘It’s Christmas Day’ yang dinyanyikan oleh Mandisa dan Michael W
Smith. Saya terpesona mendengar lantunan merdu lagu itu.

Nah, saya tahu siapa Michael W Smith, tapi saya tidak tahu itu
Mandisa. Jadi saya meng-google nama itu dan menemukan keterangan
mengenai penyanyi itu di wikipedia,
http://en.wikipedia.org/wiki/Mandisa.

Ternyata dia adalah salah seorang finalis American Idol 2006,
hmmm….namun tiba-tiba ada sesuatu yang menarik perhatian saya. Di situ
diceritakan bahwa salah satu juri, Simon Cowell ternyata melecehkannya
karena penampilan fisiknya. Simon Cowell mengeluarkan beberapa
komentar tentang berat badannya sewaktu audisi. Waktu pertama kali
melihat Mandisa, Simon dengan sinis menyindir bahwa sekarang kita
memerlukan panggung yang lebih besar.

Saat Mandisa menemui para juri sesaat sebelum sesi final untuk 24
semi-finalis, dia berkata pada Simon, “Apa yang saya mau katakan
padamu, ya, bahwa engkau menyakiti saya, dan saya menangis saat itu,
dan benar-benar sakit, ya itu benar-benar menyakitkan. Tapi saya ingin
kamu tahu, kalau saya telah mengampuni kamu dan bahwa kamu tidak
memerlukan seseorang untuk minta maaf, untuk mengampuni orang lain.
Saya temukan, bahwa kalau Yesus rela mati supaya semua salahku dapat
diampuni, tentulah saya dapat memberikan kasih karunia ini juga kepada
engkau..”

Mandisa kemudian memenangkan beberapa Grammy dan Dove award dan
menelurkan beberapa album seperti It’s Christmas, Christmas Joy dan
True Beauty dan beberapa singles seperti God Speaking, Voice of a
Savior, dan lain lain.

Pagi ini saya bertemu dengan seorang kawan lama. Dia adalah seorang
mantan CEO salah satu perusahaan asuransi terbesar di Afrika Selatan,
yang kemudian di puncak karirnya memutuskan untuk datang ke Asia
Tenggara dan menjadi misionaris.

Sambil nongkrong di warung kopi, kami berbincang-bincang dan saling
berbagi pergumulan kami masing-masing. Saat saya berbicara tentang
‘kemalangan’ dan ‘ketidak-adilan’ yang baru saya alami di kantor, dia
tiba-tiba dengan semangat bercerita tentang satu kisah dari Afrika
Selatan.

Ketika pemerintahan apartheid di Afrika Selatan baru berakhir, Nelson
Mandela mengeluarkan suatu keputusan, bahwa siapapun yang dulu
melakukan kejahatan, asalkan mau mengaku di pengadilan maka akan
diputus-bebas oleh pengadilan. Nah, seperti yang Anda tahu, Afrika
Selatan adalah tanah berdarah, di mana banyak terjadi peperangan sipil
antara kulit hitam dan kulit putih. Kalau Mandela tidak mengeluarkan
keputusan itu, dapat dibayangkan berapa banyak orang yang harus masuk
penjara dan penjara akan penuh sampai 20-30 tahun ke depan.

Adalah seorang polisi bernama van de Broek mengaku bagaimana dia
menangkap seorang anak muda kulit hitam, memukuli dan menyiksanya,
sebelum kemudian dia membunuhnya. Kemudian karena mereka hendak
berpesta, mereka juga mem-‘barbeque’ anak itu. Delapan tahun kemudian
van de Broek kembali ke rumah anak itu dan menangkap bapaknya,
kemudian di depan istrinya, ibu si anak, Broek mengikat bapak tersebut
dan membakarnya hidup-hidup.

Desmond Tutu, pemenang Nobel perdamaian, mengepalai acara ‘hearing’
tersebut. Dia bertanya kepada wanita yang merupakan ibu si anak itu,
“Apa yang Anda mau dari dia?”

Ruang pengadilan itu menjadi senyap.

Wanita itu minta tiga hal. Yang pertama dia minta supaya van de Broek,
membawanya ke tempat di mana mereka dibakar dan mengumpulkan abu
mereka, supaya mereka bisa dikebumikan secara layak, dan dia ingin
Broek menghadiri acara pemakaman itu. Sang polisi itu mengangguk
setuju.

Lalu dia melanjutkan, “Tuan van de Broek telah mengambil keluarga saya
dari dia, padahal saya masih memiliki banyak kasih untuk dibagikan.
Sebulan dua kali, saya minta dia datang ke ghetto saya dan
menghabiskan sehari bersama saya, supaya saya bisa menjadi ibunya. Dan
saya ingin agar Tuan van de Broek tahu, kalau dia telah diampuni oleh
Tuhan dan bahwa saya telah mengampuni dia juga. Dan saya minta untuk
memeluk dia sekarang, agar dia tahu kalau pengampuan ini nyata….”

Spontan, orang-orang menyanyi lagu Amazing Grace di ruang pengadilan
itu, saat wanita tua itu melangkah ke depan. Tetapi Broek tidak dapat
mendengar lagu itu, dia jatuh pingsan dalam kekagetannya.

Allah juga melangkah ke dalam dunia ini waktu hari Natal. Untuk
memeluk dunia yang gelap dalam pengampunan. Dia datang sebagai bayi
kecil, agar dunia dapat melihat bahwa pengampunan itu nyata…

No comments: