Monday, December 21, 2009

The Christmas I Want

Sepanjang jalan Orchard di Singapura sudah dihiasi lagi dengan megah dan
gemerlap menyambut hari Natal ini. Orang-orang lalu lalang dengan gembira, di
tengah banyak bangunan mall-mall yang baru dan mewah.

Singapura bukan negara Kristen tentunya, dan orang Kristen tentu cuma minoritas.
Tetapi musim Natal disambut dengan gembira oleh banyak orang. Pertama-tama
karena musim liburan. Pada umumnya beban kerja di kantor menurun, holiday-mood,
lah. Orang banyak mengambil cuti, kesibukan menurun, dan siapa tidak suka
melihat hiasan-hiasan Natal yang gemerlap, Sinterklas yang lucu dan pohon Natal
yang indah. Natal, juga mendekati akhir tahun, dan kebanyakan karyawan
menantikan bonus akhir tahun mereka. Dan tentu saja, selalu ada hal yang menarik
hati yang disediakan untuk kita semua. Diskon Natal untuk Christmas fashion
terbaru, menu khusus hari Natal yang menggoda lidah, dan berbagai sale dan
diskon bertebaran.

Jadi siapa yang tidak suka hari Natal?

Benar, memang bagi banyak orang yang berbeban berat, suasana di atas tidak
banyak menolong. Karyawan yang baru dipecat, sulit untuk menghamburkan uang
untuk Christmas shopping. Orang-orang yang sakit, sulit melihat harapan di
tengah mall-mall mewah bertaburan luxury goods.

Namun suasana Natal yang gemerlap itu tentu nyaman untuk sekedar `take a break'
setelah sepanjang tahun penat membanting tulang, bagi banyak orang.

Tapi, kan, Anda mungkin menyanggah, Natal bukan soal itu, ada pesan Natal yang
sesungguhnya karena kedatangan seorang bayi di palungan 2000 tahun yang lalu…

Saya bertanya-tanya, kalau misalnya Anda sedang terjerat dan terjepit dalam
masalah yang sangat berat, lalu mendengar pesan Natal, yang itu-itu lagi, yang
sudah Anda dengar mungkin puluhan kali, akankah pesan Natal itu membawa arti
bagi Saudara?

Kita tahu, sepertinya tidak ada yang mengena di hati kita (lagi), tinggallah
Natal itu soal gemerlap hiasan lampu Natal dan Sinterklas yang lucu…

Teringatlah saya, kejadian 2000 tahun yang lalu itu, adakah hari itu benar-benar
membawa arti dan mengubah hidup banyak orang?

Ya, bagi para gembala, mereka bersuka cita dan membawa berita kesukaan besar
kepada banyak orang. Cerita tentang gembala bertemu bala tentara malaikat tentu
cepat menyebar di kota kecil itu. Tapi, tidak banyak orang "menerima" berita
itu, Alkitab cuma mencatat mereka heran. Titik. Lagipula, kalau semua orang
sekota itu dan daerah itu bertobat, 30 tahun kemudian tentu pelayanan Tuhan
Yesus akan lebih mudah.

Ya, bagi Simeon dan Hana, yang membawa berita sukacita itu di Bait Allah, saat
Yesus berumur 8 hari. Kedua orang ini tentu tidak berbicara bahasa sandi saat
itu, kesaksian mereka nyata, dan Hana adalah seorang nabi yang tinggal di dalam
Bait Allah itu sendiri. Jadi mengapa cuma dua orang di dalam Bait Allah itu yang
melihat `makna' itu dan tidak para ahli Farisi, imam-imam, ahli Taurat, dan
segala macam orang yang datang ke Bait Allah? Kalau mereka menerima Yesus pada
saat itu, tentunya mereka tidak akan mati-matian menentang Yesus, 33 tahun
kemudian…

Ya, bagi orang Majus yang mengarungi jarak yang jauh dan mempersembahkan
barang-barang mereka yang paling berharga. Tetapi tidak bagi penduduk sekitar,
yang bisa dengan mudah datang dengan berjalan kaki.

Mengapa?

Kita tahu bahwa Allah mengasihi kita, kita tahu bahwa Bayi yang datang 2000
tahun yang lalu itu adalah suatu perkara yang besar. Tetapi kenapa berita itu
sekarang tidak lagi mengena di hati kita?

Karena walau kita tahu bahwa Allah mengasihi kita, kita punya kemauan dan
keinginan akan `apa yang kita mau' dari perwujudan kasih itu. Dan apa yang kita
mau, mungkin berbeda dengan bagaimana Allah menyatakan kasihNya...

Orang-orang Yahudi menantikan datangnya Mesias selama beratus-ratus tahun, dan
dalam penindasan dan penghinaan yang berat oleh orang Romawi, tidakkah yang
mereka nantikan seorang Mesias yang perkasa, yang datang dengan Pedang dan Api
yang menyala-nyala, dan memulihkan Kerajaan Israel pada masa itu?

Bagi para orang Farisi dan ahli Taurat, tidakkah mereka berharap, bahwa Mesias
itu akan datang sebagai Imam yang megah, dalam kelebatan efod sorgawi,
diselubungi awan kemuliaan yang menggentarkan semua orang, yang kemudian akan
kemudian mengangkat para imam dan orang Farisi itu sebagai orang-orang penting
untuk menghakimi umat Allah?

Tetapi Bayi itu datang dalam keadaan sederhana, lahir di palungan. Dia menaiki
keledai saat memasuki Kota Raja, Yerusalem. Dia mengajar dan mengecam
kemunafikan para ahli Taurat dan mengajak umat Allah datang langsung kepada Bapa
mereka, dan dengan demikian membuat posisi para imam "terancam". Dia duduk
dengan anak-anak. Dia bercakap-cakap dalam bahasa Aram (ibaratnya Jowo ngoko)
dan bukan bahasa terpelajar Yunani (ibaratnya bahasa Inggris). Dan…ya ampun…dia
bergaul dengan pelacur, dia makan semeja dengan para koruptor…

Jam menunjukkan lewat tengah malam. Hening dan sepi. Lagu Natal melantun sayup
memecah keheningan. Puluhan Natal berlalu sudah.

Saya berdoa, supaya Natal ini, saya dapat melihat kasih Allah sebagaimana kasih
itu yang sejati. Seperti yang hati Allah pesankan. Bukan seperti apa yang saya
mau. Supaya saya tidak kehilangan pesan Natal itu seperti orang-orang Israel
menantikan Mesias dengan pedang, atau seperti para ahli Taurat yang kecewa
melihat kesederhanaan Kristus.

Saya ingin saya dapat melihat dan merasakan kasih itu, bagaimanapun Allah
menyatakan dan mewujudkannya dalam hidup saya.

Mungkin tak seperti yang saya mau. Mungkin tak seperti yang saya harapkan.
Mungkin tak seperti impian liar masa muda saya. Mungkin tak seperti yang akal
praktis saya paksakan. Mungkin tidak seperti yang saya pernah bahkan dapat
bayangkan.

Saya berdoa, agar saya dapat percaya. Dan melihat. Dan mengecap. Kasih Natal itu
yang sejati.

No comments: