Saturday, May 09, 2009

Kampung Kenangan Mei

"Tuhan menciptakan manusia itu dalam kerapuhannya sehingga dapat dilukai, dan bangsa kita telah lama hidup dengan sekujur luka. Namun Tuhan juga menganugerahkan kekuatan untuk kita mengampuni, seperti jarum emas dengan benang bajanya menjahit teguh segala luka kebencian, amarah dan kesalahpahaman. Biarlah kenangan ini kan diingat tidak lagi dalam luka, namun dalam cinta dan pengampunan abadi."

3 comments:

gtanuel said...

Bukan kepengen berseberangan, tapi benang baja.. butuhkah sekuat itu untuk mengatup luka? Takutnya kalau terbetot, efek anastesi sudah habis. Dan tubuh rapuh itu, berapa jahitan yang dia perlu terima? Entah kenapa, rasanya kepikir mungkin ada metode lain lagi selain dijahit.

crossing the river said...

jangan kuatir itu cuma idiom. jahit menjahit "terpaksa" dipakai figuratively karena monumennya berbentuk jarum dan benang. Baja, berkonotasi "keras dan teguh" yang berarti mengampuni bukan sekedar perasaan tetapi perjuangan keteguhan hati.

Dulu ada seorang Guru juga cerita perumpamaan ttg kisah gadis menunggu pengantin. syukurlah tidak ada orang yang teriak " mbok ya bawa senter..." heheheheh :)

gtanuel said...

Dimengerti. Justru itu.
Baja. Menjahit. Perjuangan keteguhan hati.

Konotasi: mengampuni demi 'sekedar' (semata-mata) untuk mengampuni?

Yang luka seluruh negeri. Namun yang mampu menjahit dengan baja, kupikir, cuma sedikit. Terutama di titik-titik sumber, maaf, nanah keluar (aka: para korban). Susah ya cari anastesi. Terus-menerus diberi bisa jadi morfinis.

(jangan kuatir juga, cuma berpikir keras :)