Friday, June 05, 2015

Uang, nyawa dan BPJS

#True Story, Kisah Nyata di sebuah RS di Lippo Karawaci
Wajahnya tegas. Terlihat dingin tanpa emosi. Mungkin seperti sedikit kesal. Dokter wanita muda di depanku, memanggil kami.
Aku tergopoh-gopoh berlari menghampiri beliau seperti murid hendak disetrap kepala sekolah.
"Pak, begini ya saya bukan mau ngusir, tapi ruang ICU-nya penuh. Bapak kan tahu, kondisi pasien ini parah setelah operasi harus langsung masuk ICU dan kalau sudah masuk ICU, tidak ada yang tahu berapa lama akan di sana."
Aku tergagap. Bingung. Tercekat.
"Saya kan sudah bilang dari tadi apa adanya, kondisinya parah. Kalau pun dioperasi jalannya tidak mudah. Mendingan Bapak sekarang buru2 cari RS lain yang ada tempat ICU. Bapak tahu ICU kan? Bapak lihat seperti yang di film2 itu loh. Mumpung sekarang masih subuh, belum macet, cepetan Bapak cari RS BPJS yang lain. Bapak tidak bisa menunggu di sini.."
Satu detik seperti satu abad.
"Kalau ke gedung sebelah yang bukan BPJS ada tempat ndak, Bu?"
Mukanya berubah sedikit. Antara kesal dan heran.
"Pak di sana Bapak mesti bayar. Bisa puluhan juta. Per harinya di ICU sana, 15 juta, dan bisa sehari dua hari, seminggu dua minggu, saya tidak tahu....." Kalimatnya berhenti di situ, tetapi air wajahnya melanjutkan, " Elo bisa bayar kagak??"
"Tolong Bu, dicarikan ada tidak ruang ICU di sana?" Aku memohon dengan air mata bercucuran membasahi pipi seorang pria.
30 menit kemudian, seseorang yang saya kenal membantu menelpon kenalannya yang kebetulan duduk sebagai Direksi RS tersebut.
30 menit berikutnya, petugas rumah sakit-nya memberitahukan bahwa tiba-tiba ruang ICU-nya jadi tersedia di situ, tanpa harus pindah ke mana-mana.
Uang, nyawa dan BPJS. Tiga hal yang berlainan, kadang bersinggungan.

No comments: