Sunday, May 05, 2013

Eksposisi "One Day More - Les Misérables" - Part I


Dari seluruh rangkaian film-musik Les Miserables, babak lagu ‘One Day More’ ini adalah salah satu yang paling berkesan.

Satu hari lagi. Apakah artinya bagi manusia? Apakah yang esok akan bawa? Babak ‘one day more’ ini mengisahkan pergulatan tiap sosok anak manusia melihat hari esok. Kuatir. Gelisah. Harapan. Takut. Mimpi.

Inilah juga salah satu kekuatan keindahan novel karya Victor Hugo ini, rangkaian cerita yang beralur banyak. Kaya akan kisah hidup manusia dengan masing-masing pergumulan mereka.



VALJEAN

One day more! (Satu hari lagi)

Another day, another destiny.(Hari lain, nasib lain)
This never-ending road to Calvary; (Jalan tak berujung ke Kalvari)
These men who seem to know my crime (Orang-orang ini seperti mengetahui kesalahanku)
Will surely come a second time. (Tentu akan datang lagi)
One day more! (Satu hari lagi)


Satu hari lagi. Bagi Jean Valjean, esok adalah ketidakpastian, setelah sepanjang hidupnya dia ditindas, dikejar-kejar oleh ‘hukum’.

Jean Valjean dipenjara selama 19 tahun karena mencuri sepotong roti. Sekerat roti saja, yang dia curi untuk menyelamatkan nyawa keponakannya yang kelaparan. Setelah dia menyelesaikan masa 19 tahunnya, dia masih harus melapor setiap tahun sampai akhir hayatnya dan membawa stigma surat sebagai narapidana. Sebuah belenggu yang sama saja membunuhnya pelan-pelan.

Apa yang salah? Bukankah hukum memang seperti itu?

Mata ganti mata.. dan hati menjadi batu – demikian lirik lagu yang Valjean nyanyikan.
Valjean berubah karena bertemu dengan seorang bishop di sebuah kapel sederhana. Setelah diusir di mana-mana, sang bishop tua mengajaknya masuk, memberinya makan, dan memberinya tempat tidur. Dini hari, dia mencuri perangkat makan perak dan melarikan diri. Polisi menangkap dan menyeretnya ke hadapan sang bishop. Di luar dugaannya, sang bishop malah menegurnya, “Mengapa kamu pergi terburu-buru sampai kelupaan membawa tempat lilin dari perak ini? Bukankah sudah kukatakan bawa juga ini, sudah lama benda ini diam di sini tak berguna, tentunya lebih berguna di tanganmu.”

Bukankah berbohong itu dosa? Secara hukum agama maupun secara hukum negara, andaikan sang polisi tahu, tentu saja dia akan terjerat masalah.

Sang bishop memberkatinya dan berpesan agar perangkat perak ini dia gunakan untuk berbuat jujur dan bahwa dia telah mempersembahkan Valjean bagi Allah.

Selama hidup, tidak pernah saya bertemu dengan pendeta, pastor, rohaniwan Kristiani yang mau berbuat seperti itu. Maukah seorang pendeta yang mapan, menerima seorang buronan, memberinya makan dan tumpangan? Kemudian ketika keesokan harinya, dia menemukan orang yang ditolongnya tertangkap basah dengan barang berharga yang dicuri dari rumahnya, bukan hanya dia mengampuni, bahkan menambahkan dengan barang berharga terbaiknya dan memberkatinya? Akankah ada orang yang mau mengambil resiko dengan membohongi polisi, untuk seorang manusia yang tidak dikenalnya sama sekali?

Saya tidak pernah bertemu seumur hidup saya dengan rohaniwan seperti itu.
Saya sendiri tidak mampu berbuat seperti itu. Mudah-mudahan suatu saat saya bisa menemukan manusia seperti itu.

Inspektur Javert adalah kebalikan dari sang bishop. Dia percaya bahwa tugasnya untuk menegakkan hukum adalah tugas Illahi. Hukum adalah hukum. Orang yang bersalah pantas dihukum seberat-beratnya. Hukum harus ditegakkan di atas segalanya, dengan pengorbanan apa pun. Di matanya, orang seperti Valjean adalah sampah masyarakat yang tidak punya harapan. ‘Fallen from grace’ – seperti lirik lagunya mengungkapkan. Hukum tidak mengenal belas kasihan. Hukum di atas belas kasihan. Hukum bahkan tidak peduli esensi kebenaran, karena mereka berpikir dia di atas kebenaran.

Bukankah mudah kita lihat di sekeliling kita, orang-orang suci yang melaksanakan tugas, perang, misi Illahi, walaupun itu menindas belas kasihan. Dengan nama hukum atau nama Tuhan atau nama cita-cita atau ideologi atau sesuatu yang mulia, tetapi melupakan belas kasihan dan menyisakan kekejaman. Bukan hanya segerombolan orang, bahkan juga negara. Sebuah negara super power yang selalu mengkritik negara lain akan hak asasi manusia, misalnya – tetapi memiliki kamp penyiksaan yang keji, yang dibangun di luar wilayahnya (untuk mempelintir hukum).

Dalam kerohanian, hidup dalam hukum penuh dengan penghakiman, ketakutan, karena hukum tidak pernah puas. Alas, pendeta lebih senang menggunakan hukum di atas mimbar untuk menekan, menakuti jemaat karena mereka akan lebih mudah dikendalikan untuk kepentingan sang pendeta, atas nama hukum Tuhan.

Bishop Myriel adalah gambaran kasih karunia. Karena yang dikehendakinya adalah belas kasihan dan bukan hukum.

Valjean mendedikasikan hidupnya untuk membesarkan Cosette, putri Fantene, seorang bekas karyawannya yang berusaha dia tolong. Valjean tidak tertarik akan politik, belas kasihannya pada Fantene tulus dan tidak ada romans di antara mereka. Dia tidak memiliki ideologi yang besar dan ‘mulia’ seperti untuk mendirikan negara baru, yang dia lakukan hanyalah belas kasihan yang sederhana.

Dan hukum tidak pernah melepaskannya dan selalu mengejar-ngejar hidupnya.
Itulah saat babak “one day more” mulai. Esok bagi Valjean adalah sederhana. Esok adalah untuk tetap hidup. Hidup yang dijalaninya seperti yang dipesankan oleh sang Bishop, bahwa jiwanya telah dipersembahkan kepada Allah.

No comments: