Monday, May 29, 2006

jogja berduka

jogja berduka, terkena gempa..
sedih sekali indonesia terus menerus kena bencana....
jadi ingat..dulu menunggu masa dan saat untuk pulang kampung...
entah kapan...

Thursday, May 18, 2006

He will remember

Today's my close friend's birthday. We went out and had lunch together. After the lunch we took a walk and spent some time to chat.
"Betapa beratnya hidup tanpa pengharapan", ujarnya.
"Ya", aku menganggguk setuju. "Aku pernah mengalami hidup tanpa pengharapan, dan akhirnya aku memutuskan to continue living for God's sake. Soalnya kalau aku berhenti hidup -maksudnya hidup tanpa semangat- , aku ga enak aja ama Dia."

Dia berhenti sesaat. Dan menoleh.
"He remembers. He remembers that in eternity. And He will mention this when He meets you later."

Sesaat waktu terasa berhenti dan keabadian menyelinap masuk.

14 Mei

14 Mei 2006 – Changi Airport
Aku berdiri dengan sedikit gelisah, memegang selembar kertas A4 bertuliskan nama seseorang. Menunggu dua orang yang akan kujemput. Baru kuterima permintaan untuk menjemput dari seorang sahabat di masa lalu, beberapa hari yang lalu. Seorang sahabat yang dulu telah bersama-sama melewati ancaman maut, tentu permintaannya sukar ditolak.

Akhirnya yang ditunggu tiba juga. Lalu mereka menyampaikan titipan. Sebuah buku. Ditulis oleh sahabatku. Reka Ulang Kerusuhan Mei 98, judulnya.

Dan ingatanku melayang. Terbang ke masa lalu. Masa lalu, apakah dia mengikat masa kini? Adakah dia berarti bagi masa kini? Atau masa depan? Mungkin iya, mungkin tidak. Aku tidak tahu jawabannya. Kalau aku salah menjawab, mungkin masa depanku bisa hancur. Oh, aku sungguh tak tahu.

Bertahun-tahun yang lalu aku juga berdiri menunggu seseorang di Changi Airport. Dia sebagai salah satu korban – atau tepatnya keluarga korban Kasus Mei 98 (atau pasca Mei) – baru saja pulang memberikan kesaksian di depan Kongres Amerika Serikat. Mengantarnya adalah Romo X, pada saat itu penasehat LSM yang kami dirikan. Mengantar mereka juga seorang agen FBI yang menyamar menjadi penumpang sipil. Sampai saat ini aku tidak tahu berapa efektif lobi ke Kongres untuk mencegah militerisasi di Indonesia pada masa pancaroba masa itu. (Ya, Amerika membekukan kerjasama militer untuk sesaat setelah itu). Amerika, entah siapa di dalamnya, toh terlibat juga dalam pembantaian jutaan anggota PKI (dan yang dituduh PKI) pada tahun 1965.

Semua aman ternyata. Tidak ada intelijen Indonesia yang mempersulit. Singapura tidak punya perjanjian ekstradisi, lagipula, dengan Indonesia.

Tepat 8 tahun yang lalu adalah hari bersejarah, pemicu – atau mungkin pelampiasan – masalah kemanusiaan karena perbedaan etnis. Tentu saja etnis tidak ada artinya untuk aku. Selembar kulit fana, apa artinya buat aku. Tidak ada sama sekali. Hanya sedikit kesedihan menusuk karena perilaku tidak manusiawi terhadap manusia.

Aku membolak balik sekilas buku reka ulang tersebut. Enggan untuk membaca dengan detil. Untuk apa? Kemarin aku sms sahabatku, untuk menanyakan rancangan UU anti diskriminasi. Tidak gol juga setelah delapan tahun. Warna kulit masih laku dijual sebagai senjata politik.

Dan aku teringat ketika nongkrong-nongkrong di LBH. Berkenalan dengan dunia intel dan politik. Ingat temanku mengajari, “Yang itu tuh intel..menyamar jadi bapak-bapak. Yang itu juga menyamar jadi wartawan tabloid X”. Ingat teman-teman mentertawakan waktu aku polos sekali terpesona mendengar “khotbah” mantan preman yang menyuarakan keadilan, tak lama kemudian fotonya muncul pada saat ikut-ikutan memprovokasi kerusuhan. Ingat teman-teman mentertawakan waktu aku cerita karena mendapat teror lewat telepon. Lalu satu-satu cerita, waktu ditembak peluru karet (cewek lho, padahal), digebukin ABRI dan dicabut kukunya. Yah...dunia yang lain.

Para intel yang menyewa rumah di depan kantor Romo X dan pura-pura buka teater latihan sandiwara. Para intel yang pura-pura main gaplek tiap hari, di depan kantor. Kami cuma bersiap-siap menyediakan pentungan dan gas air mata, tidak lupa siap-siap pintu belakang. Yah, aku tak punya “hard feeling” untuk para intel, seorang sahabatku adalah putri seorang Jenderal (Purn) BAKIN, so what? 

Masa yang menarik. Menerobos kantor Pangab dengan mengundang dahulu para wartawan dan SCTV. Walhasil petugas rumah tangga bukain juga pintu, karena takut bermasalah. Menyelinap di antara kerumunan orang demo di Gedung MPR, waktu hendak bertemu anggota FPDI bersama dengan mantan ketua GERWANI.

LSM, dunia yang unik. Juga penuh keserakahan dan ambisi dan “hidden interest”. Alm sahabatku, sesama pendiri LSM kami, yang mengajari pepatah Marx – tidak ada yang abadi di dunia politik kecuali kepentingan pribadi.

Yah, semua masa lalu lah. Pada akhirnya, tidak ada hasil apa-apa di Indonesia. Walau LSM kami masih berjuang. Entah bagaiman sejarah akan mencatat kami. Yang pasti, akan tertulis, salah seorang pendirinya, patah arang akan tanah airnya, memutuskan menetap sebagai orang asing di tanah rantau.

Saturday, May 06, 2006

cruel life

I receive an SMS:
sure and then life teases u by displaying it right in front of ur nose happening 2 everyone BUT u.life cruelly forces u 2 be spectator but never gives it 2 u.
to that I reply:
...to live is Christ...

Yes I swear to live is Christ. But why do my eyes become wet?